Cara Korupsi Menghambat Agile

Amir Syafrudin
PemerintahTangkas
Published in
2 min readMay 26, 2023

--

Korupsi = Perusak

Korupsi akan menjadi hambatan yang signifikan bagi keberhasilan penerapan Agile karena praktik korupsi itu bertolak belakang dengan Agile. Agile didasarkan pada kolaborasi, transparansi, dan visi bersama untuk menciptakan nilai tambah dengan membangun produk yang layak pakai. Korupsi dapat mengganggu hal itu dengan memecah belah tim, merusak kepercayaan, menghambat kolaborasi, dan menghambat inovasi.

Dalam Agile, semua pihak terkait, khususnya tim yang terlibat, harus memiliki pemahaman yang sama tentang visi, tujuan, dan prioritas produk. Sebaliknya, korupsi, yang sarat dengan konflik kepentingan, justru menimbulkan konflik prioritas, tujuan yang tidak selaras, dan kurangnya kerja sama. Hal ini dapat menyebabkan kesalahpahaman, keterlambatan respons, dan tenggat waktu yang terlewat. Semua itu pada akhirnya dapat menghambat keberhasilan Agile.

Korupsi juga dapat menyebabkan kesalahan alokasi sumber daya yang dapat mengakibatkan inefisiensi dan keterlambatan dalam proses pembuatan produk. Agile bergantung pada penggunaan sumber daya yang tepat guna. Saat pimpinan atau pihak manajemen yang korup memberikan perlakuan istimewa kepada pihak tertentu, proses pengumpulan umpan balik menjadi tidak lancar. Hal itu dapat menyebabkan penundaan lebih lanjut dan memperbesar risiko semakin banyak tenggat waktu yang terlewat.

Selain itu, korupsi juga menjadi penyebab kurangnya transparansi karena informasi dapat ditahan atau dimanipulasi untuk keuntungan pihak-pihak tertentu. Agile mengutamakan transparansi antara anggota tim, pelanggan, dan pemangku kepentingan. Sebaliknya korupsi dapat menyebabkan putusnya jalur komunikasi dan menurunkan kepercayaan sehingga efektivitas penerapan Agile akan menurun.

Korupsi juga dapat menyebabkan kurangnya akuntabilitas karena ada risiko individu tidak dimintai pertanggungjawaban atas tindakan mereka. Agile membutuhkan akuntabilitas individu sebagai bagian dari terbentuknya akuntabilitas tim. Bila hal itu terus terjadi, motivasi dan komitmen di antara anggota tim akan menurun dan pada akhirnya menghambat penerapan Agile.

Terakhir, korupsi dapat dipastikan akan menghambat inovasi. Agile sendiri mengandalkan kreativitas untuk mendorong inovasi dan continuous improvement. Ketika praktik korupsi hadir, orang-orang mungkin memilih menghindari risiko atau enggan mencoba hal-hal baru untuk menghindari konflik. Kondisi itu dapat membatasi potensi Agile dan menghambat kemampuan organisasi untuk memaksimalkan keunggulannya.

Untuk mengatasi tantangan ini, organisasi harus memprioritaskan transparansi dan pemahaman bersama tentang tujuan dan prioritas. Sikap dan budaya anti-korupsi juga tidak kalah pentingnya untuk terus digalakkan. Dengan begitu, tim dapat bekerja menuju visi bersama, berkomunikasi secara terbuka, dan berkolaborasi secara efektif. Hal ini dapat membantu membangun kepercayaan, meningkatkan motivasi, dan mengaktifkan mekanisme umpan balik berkelanjutan yang sangat penting untuk keberhasilan Agile.

Kesimpulannya adalah korupsi dapat menjadi hambatan yang signifikan untuk praktik Agile. Praktik korupsi, baik langsung maupun tidak langsung, dapat memecah belah tim, merusak kepercayaan, menghambat kolaborasi, menyebabkan kesalahan alokasi sumber daya, menyebabkan kurangnya transparansi dan akuntabilitas, serta menghambat inovasi. Untuk menerapkan Agile dengan sukses, setiap organisasi harus memprioritaskan transparansi, sikap anti-korupsi, dan pemahaman bersama tentang tujuan dan prioritas untuk memastikan bahwa semua anggota tim dan pihak-pihak yang berkepentingan bekerja menuju visi bersama.

--

--

Amir Syafrudin
PemerintahTangkas

Praktisi Agile. Perintis Rinkas (Pemerintah Tangkas). Penulis buku ASN Juga Bisa Agile dan Prakom Tidak Bisa Agile.